SUNDAY 10 March 2013
Hari ini hari pertama aku kembali
menginjak kan kaki ku kekampus setelah berhari-hari bahkan berminggu-minggu off . tentu saja tempat pertama yang kutuju
adalah basecamp. Selain aku adalah anggota organisasinya, disana sebagian orang
yang kukenal dikampus ini berkumpul. Tepat jam 7.30 aku sampai disana. Sebelumnya,
Aku sudah menduga-duga seperti apa aku
akan diperlakukan oleh rekan-rekanku
nanti. Aku memang beberapa hari
ini tak pernah mengintip kegiatan ukm. Ada hal lain yang kukerjakan diluar dan
belum selesai. Jadi terpaksa aku harus benar-benar vakum. Sebagai seorang
bendahara aku tahu benar kealpaanku kali ini melebihi batas normal, dan memberi
masalah baru bagi ukm yang sedang prepare untuk hajat terbesarnya. Tentu saja
aku tahu itu beberapa hari yang lalu bahkan aku sudah seperti buronan yang
membawa berjuta-juta rupiah milik ukm. Walapun sebenarnya tak sepeserpun rupiah
dari mereka yang kubawa. Semua dana sudah teralokasi untuk acara sebelumnya,
hanya saja aku belum menyerahkan laporan tertulis sebagai legalitas. Memang tak
ada yang secara langsung mengatakan hal itu padaku tapi pandangan mereka dan
kegalauan mereka yang menelponku setiap detik membuatku mengartikan nya seperti
itu. Hal ini benar-benar membuat aku terpukul. Aku memang bersalah, beberapa
waktu tak datang ke ukm tanpa konfirmasi apapun tentu saja menjadikan tanda tanya
besar bagi mereka terutama ketua umumku.
Tapi sungguh seandainya mereka tahu
apa yang ku alami selama aku tak ada mungkin mereka akan menarik kembali sikap
yang telah mereka tumjukkan padaku. Tak di gubris sama sekali, didiamkan begitu
saja , dan tak disapa sekalipun. Hal yang wajar memang bila ditunjukkan pada manusia bersalah sepertiku
tapi itu sungguh berlebihan untuk orang yang sudah lama tak berjumpa. Lumrahnya
salam manis yang aku lontarkan dijawab terlebih dulu. Bukan sekenanya aku
dibiarkan seperti ini. Bahkan tak hanya berlangsung beberapa menit saja sehari
penuh aku disana tak seorangpun menyapaku dengan wajah natural seperti yang
biasa ku lihat. Semua kusam, semua sisis. Ada tanda Tanya dan prasangka besar
terhadapku. Aku memang tak boleh sok tahu tapi aku bisa merasakan dari cara
mereka memandangku. Hari itu aku tak uabah seperti seekor tikus dikandang
kucing. Aku hanya berdua dengan jiwaku dan perasaan yang serba salah. Benar
juga semua ucapan dan perbuatanku tampak selalu salah didepan mereka. Aku
bingung, benar-benar bingung. Harus bagaimana dan seperti apa aku bersikap. Aku
tak tahu . aku ingin meminta maaf atas salahku yang lalai pada tanggung jawab
besar ini. Tapi tampanya mereka tak
mengharapkan aku mengatakannya. Aku harus terpaksa bungkam. Mencoba mengikuti
arus pembicaraan mereka yang banyak tak bisa kucerna. kArena mungkin aku sudah
terlalu ketinggalan informasi baru-baru ini. Sebenarnya seketika itu aku
mengatakan kepada mereka bahwa kealpaan ku dan ketida hadiranku beberapa waktu
ini bukanlah karena aku tak mau tahu tnaggunag jawab. Aku hanya ingin mereka
tahu bahwa aku telah mengalami masa-masa sulit yang sulit kujelaskan kepada
mereka. Aku hanya berharap mereka bisa maklum setelah mendengar penjelasanku.
Tapi itu mustahi. Hampis setengan waktu biasaku dibasecamp kuhabiskan untuk
diam. Bergelut dengan persaan yang bercampur baur. Semua orang terlihat siwek
dan sibuk sendiri waktu itu. Bagaiman mungkin aku tak merasa linglung dari
sekian banyak manusia hanya aku yang tak tahu job ku harus seperti apa.
Aku berharap suasana akan mencair
dimeja makan. Pikirku dengan lunch bareng aku bisa care and share bersama
mereka. Akan kuceritakan kejadian-kejadiaan yang kualami selama aku tak disini.
Tapi sungguh sia-sia. Lagi-lagi mereka tetap bersikap dingin. Tak ingin
mendengar sesuatu pun dari ku. Bahkan mungkin suara nafasku yang agak gugup
juga tak ingin mereka dengar. Sungguh itu menyakitkan. Hatiku yang biasanya
kebal seperti baja tiba-tiba mencair begitu saja. Hingga rasa sakit tusukan
sikap mereka dapat kurasakan menikam lurus kedalam hatiku. Ya… pertama kalinya
setelah bertahun-tahun tak mengenal putus asa, sekarang kuraskan lagi. Perasaan
terabaikan membuatku pergi meninggalkan mereka. Tentu saja dengan alasan logis.
Ketidak tahanan ku menghadapi mereka berbuah air mata dihari ini. Dengan penuh
kemasgulan aku melangkah meninggalkan mereka. Langkahku terasa berat karena
beban emosi yang kupikul. Aku ingin segera sampai di peraduanku. Kamar selebar
3x5 meter yang sudah hampir dua tahun menjadi tepat tumpahan emosiku. Seperti
dalam kelam aku mencoba meraba hatiku sendiri untuk sekedar mencari setitik
kesabaran yang mungkin masih tersisa diantara rasa sakit yang mendera hati ini.
Ya…. Aku menemukannya, meski hanya sedikit setidaknya mampu menahan jiwaku
untuk tak lagi berselimut emosi.
Komentar
Posting Komentar